(Cerpen) Twinkle

Twinkle

 

Author                  : Rifkha Aulia Fazrianti Zaelani (@rifkhaauliafaz)
Disclaimer           : I own this story. Don’t copas without my permission.

“Twinkle twinkle little star”
Sebuah suara bernada dingin bernyanyi lirih. Disebuah lorong penjara yang gelap dan mencekam Aulion mencari asal suara,
dan menemukan seorang anak kecil sedang bernyanyi sambil memainkan mobil-mobilannya disebrang sel tempat Aulion ditahan. Usianya sekitar 6 tahun.
“Hei dik! Hei dik! Kau juga ditahan dipenjara ini?” Tanya Aulion sedikit membesarkan volume suaranya. Dia harus sedikit berteriak karena jarak sel Aulion dan sel anak itu terpisah sejauh beberapa meter. Anak itu menoleh, tatapannya dingin, kemudian mengabaikan sapaan Aulion.
“Twinkle twinkle little star.. How I wonder what you are..” Anak itu kembali menyenandungkan lagunya. Aulion sedikit geram karena diabaikan.
“Hei dik, siapa namamu?” Anak itu berhenti menyenandungkan lagunya. Aulion tampak tercekat. Tatapan dingin anak itu tak berubah.
“Leo” Ucap anak itu kemudian.
“Aku Aulion. Kenapa kau bisa disini? Apa yang kau lakukan?”
“Aku sedang menunggu ibuku.” Aulion mengedarkan pandangannya, semua sel dilorong penjara itu terkunci, bagaimana cara ibu anak itu keluar dari sana? Fikir Aulion.
“Bisakah kau membantuku keluar?” Tanya Aulion, siapa tau saja anak itu tau jalan keluar dari sana, karena ibu anak pun bisa menerobos keluar.
“Kenapa aku harus membantumu?” Anak itu menatap tepat ke manik Aulion. Aulion merasakan sekujur tubuhnya kaku. Tatapan anak itu mampu membekukan dirinya.
“Aku harus membebaskan adikku. Kami dituduh mencuri ketika sedang berjualan disekitar statsiun. Aku berjanji setelah membebaskan adikku, aku akan membebaskanmu dan ibumu juga.” Anak itu kembali memainkan mobil-mobilannya. Kemudian tangannya menunjuk tepat didepan sel Aulion. Aulion melihat sebuah kunci tergeletak disana. Aulion sedikit terpaku karena tidak menyadari bahwa sebuah kunci tergeletak didepan selnya daritadi. Aulion memasukkan kunci itu kedalam lubang gembok selnya. Aulion langsung berlari menyusuri lorong penjara gelap itu, terdengar suara samar-samar anak itu kembali menyenandungkan lagunya.
“Twinkle twinkle little star.. Like a diamond in the sky..”

Aulion tersenyum mendengar samar suara anak itu. Kemudian dia terus berlari menuju pintu keluar. Aulion mendapati dirinya tengah dikepung oleh puluhan pasukan pengaman, mereka membawa masing-masing pistol ditangannya. Aulion menelan ludah, dia merasa tenggorokannya tercekat. Bulir-bulir keringat mengucur deras diwajahnya.
“Dimana adikku?” bentaknya kemudian. Pasukan pengaman itu tidak menggubris pertanyaan Aulion.
“Dimana adikku?” bentak Aulion lagi.
“Bebaskan kami! Kami bukan pencuri!”
“Dia berada disel tempat kau melarikan diri! Dia menyusulmu kesana! Dia melarikan diri sebelum kami mengeksekusinya.” Jawab salah seorang pasukan pengaman.
Aulion merasakan darahnya mulai mendidih, tangannya terkepal, dan para pasukan pengaman itu mendekatkan pistolnya ke pelipis Aulion. Emosi Aulion membuncah. Satu tarikan dipelatuknya saja mampu menghilangkan nyawa Aulion. Aulion tidak boleh mati, sebelum menyelamatkan adiknya. Aulion menangkis cepat sebuah pistol didekat pelipisnya, kemudian meninju keras seorang anggota dari pasukan pengaman. Aulion berlari secepat yang dia bisa. Diiringi puluhan tembakan yang menyasar tubuhnya. Suara riuh peluru yang mengenai atap, lantai, dan tembok membuat Aulion semakin mempercepat larinya. Dan dua buah peluru mengenai betisnya. Aulion sempat mengerang sejenak kemudian mengabaikannya. Aulion tidak menghiraukan peluru yang mengenai kakinya, meskipun saat ini darah mulai mengalir deras dari kakinya. Suara tembakan peluru masih terdengar, namun tak seriuh tadi. Beberapa menit kemudian, suara tembakan itu menghilang. Aulion melangkahkan kakinya disebuah lorong gelap yang memiliki puluhan sel. Jalannya terseok-seok, Aulion masih menahan sakit dikakinya. Aulion mencari sel tempatnya ditahan tadi. Hanya suara derap langkahnya sendiri yang terdengar ditelinga Aulion. Suara tetesan air juga kini terdengar jelas ditelinga Aulion. Aulion mendapati adiknya tengah tergantung didinding atas lorong sel, dan suara tetes air yang didengarnya tadi bukanlah suara tetes air, melainkan suara tetesan darah adiknya sendiri. Wajah adiknya pucat, kulitnya membiru akibat kepalanya yang tercekik karena digantung, dingin, dan tak bernyawa. Tergantung didinding atas lorong sel. Tetesan darah adiknya jatuh lurus kelantai beralaskan selembar koran, Aulion mengambil koran itu dan melihat tulisan yang tertera dihalamannya.
“Hiroshima, 6 Agustus 1945”
Aulion segera berlari menyusuri lorong untuk menuju pintu keluar, puluhan pasukan pengaman tergeletak dingin dilantai lorong sel itu. Dingin, dan tak terdeteksi adanya tanda-tanda kehidupan. Aulion merasakan darahnya mulai membeku, seiring suara samar kertas yang bergesekan dengan dinding dan suara lirih yang terdengar menghilang diujung lorong.
“Twinkle twinkle little star.. The first star I see tonight.”
.
.
END.

Note : Ada yang ingat pada tanggal 6 Agustus 1945 di Hiroshima terjadi apa? Mungkin cerita ini semacam riddle. Jangan lupa kritik dan sarannya sangat dibutuhkan untuk memperbaiki kualitas penulisan author:) Terimakasih telah membaca.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jangan Jatuh Hati, Nanti Kamu Repot Sendiri

(Cerpen) Fajar di Ambang Senja