Aku Iri


           *Uhuk*. Sudah lama sejak terakhir kali ngepost di blog ini. Dulu, yang di post itu cerpen, puisi, atau kata-kata yang kayaknya melarutkan imajinasiku sepenuhnya kesana. Kali ini engga dulu, aku mau sharing aja. EHEHEHEHEHE

            Sebelumnya, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
            Semoga keselamatan dan kebahagiaan selalu menyertai kita semua. Aamiin.
            Sesuai dengan judulnya, aku mau cerita tentang 'iri'.
      Sebenarnya, ini udah lama banget pengen aku tulis. Tapi, kemageran yang hakiki selalu menghalangi seluruh niat baik diri ini. Ea. Alay. Bodoamat. Wkwk
            Jadi, aku pernah iri sama orang. Dan awalnya, aku kira ini memang wajar. Aku kalo baca postingan orang yang pake bahasa sunda kasar, itu ko kesannya lucu aja. I wanna do that but I have no courage, kek rasanya salah aja kalo ngelakuin itu. Itu beda disaat ngobrol langsung dengan orang sunda yang bahasanya emang kasar (menurutku), fyi Sunda itu tiap daerah kayak beda juga kasar atau lembutnya bahasa. Kalo menurutku itu kasar, bisa aja itu sudah sangat lembut di daerah orang lain. Jadi aku tidak akan menyalahkan. Dan mungkin, salah satu pilihannya dengan bisa menyesuaikan. Maksudku, jika aku tetap memakai bahasa yang sangat lembut, mungkin mereka tidak akan mengerti. Karena perbedaan kata yang sering kita gunakan di daerah kita masing-masing.
              Ini beda bahasannya kalo ngomong sama orang yang lebih tua, ya tetep harus lembut.
            Kedua, aku pernah iri sama temen yang sering karaoke. Kek seneng banget gitu. I wanna do that, but I have no courage. Kayak kalo ngelakuin itu tuh perasaan bersalah menyelimuti. Aku ga akan bawa agama atau penjelasan macem gimana lah. Simpelnya, karena aku emang ga terbiasa di tempat rame berlama-lama. Jadi kalo kek ke tempat-tempat kayak gitu, sebentar aja aku udah bakalan pengak sendiri. Hahaha
            Ketiga, aku pernah iri sama temen-temen yang bisa pake make up di mukanya. I wanna try that, but I have no choices. Like... its not because I love natural so that much. But I have sensitive skin, and I couldn't do as good as others, and also my stomach always hungry so I prefer buy food than cosmetics. Kek pake lipstick sekali, bibir langsung kering. Kek pake bedak, langsung jerawatan. Kayak pake pencuci muka yang dokter2 gitu, langsung keras banget ini muka kayak triplek. But let praise Allah, ini sesuatu hal yang aku syukuri juga. Aku ga perlu ngeluarin banyak uang buat perawatan diri. Perut kenyang, hati senang. Dan untuk wanita-wanita yang jago memakai make up, aku mengacungi jempol dan aku rasa kalian juga harus bersyukur. Karena ga semua orang bisa pakai make up.
         Ke empat, aku pernah iri sama temen yang bener-bener deket. Jadi aku pernah pengen dekeeeeet sama temen-temen tertentu. Tapi itu seakan ada tembok besar yang menghalangi kami. Padahal, kami sangat-sangat nyambung kalo urusan becanda apa nongkrong-nongkrong gitu. Until one day, perubahan terjadi. Dan saat itu aku semakin menyadari bahwa manusia bisa menjadi begitu mengerikan.
         Rasanya... itu empat hal yang pernah aku iri-kan dalam hidup, yang paling aku sadari. Jawabannya muncul tidak sebentar. Allah jawab satu persatu semuanya.
              Pertama, mengenai bahasa. Sebagai seorang remaja (masih 18 tahun mah aku remaja dong), pasti lah kayak ingin mencoba. “Kayaknya lucu nih” “Apa aku harus ngomong kayak gitu ya biar bisa deket sama mereka?” aku pernah ngalamin hal kayak gini. Jadi, aku pernah mikir kalo aku pengen deket sama mereka, maka aku harus seperti itu. Hingga mau tak mau, aku memberanikan diriku sendiri. Sampai... suatu hari aku berkata demikian, dan seseorang mengira aku diluar batas (padahal itu sesuatu yang sering diucapkan oleh orang lain). Dia berkata bahwa seseorang sepertiku tidak pantas untuk melakukan hal yang seperti itu. Aku tidak merasa diriku baik, tapi aku bersyukur Allah datangkan mereka untukku sebagai teman untuk saling mengingatkan.
            “Aul ko ngomongnya kayak gitu...”
            “Wah Aul ngomongnya...”
            “Aul mah jangan ngomong kayak gitu ya. Kalo yang lain mah gaapa-apa...”
            Sekali lagi... Let praise Allah, I wish I could be as good as they thought about me. Atau kamu mau berpikiran buruk tentangku, itu tidak apa-apa. Aku juga tidak ingin membagus-baguskan diriku. Baik atau buruk pandanganmu terhadapku, aku rasa itu tidak akan mengubah apapun untukku. Yang pasti, aku berdo’a bahwa kamu akan selalu baik-baik saja. Dan kamu akan selalu berpikir positif terhadap orang lain. Karena pikiran yang positif, akan membawamu kepada hal yang positif.
Sebuah kata-kata yang aku ingat dari seorang driver grabcar di Jakarta, beliau bilang : 
“Tidak semua orang baik memiliki niat baik. Tapi, orang yang memiliki niat baik sudah pasti orang baik. Maka jadilah orang yang memiliki niat baik.” Kita menganggap semua orang di bumi ini adalah orang baik, tapi kita tidak tahu bagaimana niat masing-masing dari kita yang sebenarnya.
Intinya, just be yourself. Kamu ga perlu harus menjadi seperti yang orang lain inginkan. Karena orang yang tepat, akan menghargai dirimu dan melihat hal unik yang ada pada dirimu. Kamu tak perlu sampai melanggar prinsip hidupmu sendiri hanya demi seseorang. Tidak semua niat baik diterima dengan baik. Selayak apa manusia itu mendapatkan pengorbananmu yang begitu besar? Jika ia tak memberikan dampak baik untuk kehidupan dunia dan akhiratmu, kamu tak perlu mengorbankan dirimu sendiri. Kewajiban kita sesama manusia adalah untuk menolong, menasihati, dan mengingatkan. Bukan untuk menjerumuskan diri ke gerbang kehancuran agar bisa merasakan kesenangan. Dunia ini hanya sementara. Dan kesenangan duniawi ini begitu semu. Semua tangis dan tawa di bumi kelak akan lenyap. Pilihanmu, untuk mendapatkan tawa kebahagiaan atau jerit tangis yang abadi kelak di akhirat.
            Kedua, mengenai karaoke. Ah, aku rasa setiap orang punya cara untuk mengatasi penatnya masing-masing. Kalo dengan keramaian kamu merasa bisa menghilangkan sejenak beban yang ada dalam pikiranmu, maka itu adalah pilihanmu. Aku lebih suka menyendiri dan berdamai dengan diri sendiri, dengan segelas minuman panas sambil melihat langit lepas. Aku sangat menghormati pilihanmu, dan yang harus kita sadari sama-sama adalah... Bukan keramaian yang menghilangkan seluruh bebanmu, bukan pula kesunyian yang melepaskan seluruh penatku, tapi Dia Yang Maha dari Segala Maha yang mengubah lelah menjadi lillah. Yang mengganti lelah menjadi nilai ibadah. Jangan pernah lupa apa yang seharusnya kita lakukan saat benar-benar penat dengan dunia. Bukan sebuah teriakan untuk menyenandungkan nada, bukan pula sebuah diam untuk menghela nafas. Tapi sebuah lantunan ayat suci Al-Qur’an, sebuah sujud yang ikhlas, dan sebuah hati yang diserahkan seutuhnya.
           Ketiga, mengenai make up. Disinilah kita harus belajar bijaksana. Jangan pernah merendahkan seseorang yang tidak bisa memoles dirinya dengan sentuhan kosmetik, juga jangan merendahkan seseorang hanya karena kamu pikir ‘dia cantik karena make up’. Setiap manusia diciptakan dengan innerbeauty-nya masing-masing. Ber-make-up ataupun tidak, itu pilihannya. Dan pastinya setiap orang memiliki alasan. Ada yang tidak bisa memakai make up, dan ia iri kepada orang yang memakai make up (karena ia pikir seorang wanita akan terlihat sempurna saat memakai make up). Ada wanita yang memakai make up, dan ia iri kepada orang yang wajahnya tidak terkena polesan kosmetik (karena ia berpikir bahwa dengan natural seorang wanita bisa terlihat cantik, maka itu akan sangat sempurna). Dari pada saling iri, kenapa kita tidak mensyukuri apa yang kita miliki? Semua orang cantik. Aku, kamu, dia, mereka, kita semua. Jika kamu tidak bisa menerima dirimu sendiri, jika kamu sendiri tidak menganggap dirimu cantik, bagaimana orang bisa menerima dirimu dan melihat kecantikan dirimu? Jadilah penggemar berat untuk dirimu sendiri. Tak ada yang bisa menghargaimu sebesar kamu menghargai dirimu sendiri. Ketika orang lain menghargaimu tapi kamu tidak bisa menghargai dirimu, maka penghargaan sebesar apapun tidak akan bernilai apa-apa. Kelak, tidak akan ditanya apakah kamu sering pakai make up atau tidak. Kelak, wajah tidak akan menjadi takaran seseorang masuk surga atau tidak. Tapi kelak, akan ditanya bagaimana wudhumu? Sudah bener atau belum? Kalo wudhunya engga bener, rasanya kamu juga sudah tahu sendiri bagaimana nasib sholatmu. Hehe.
            Keempat, teman. Manusia bisa begitu mengerikan. Orang tua meninggalkan anaknya. Seorang sahabat mengkhianati temannya. Orang-orang saling menyakiti perasaan satu sama lain. Maka, jangan percayakan hatimu seutuhnya kepada manusia. Titipkan hatimu pada Allah, maka Allah akan mendatangkan orang-orang pilihannya padamu. Orang-orang yang akan mencintai dan menyayangimu karena Allah. Mereka tak akan meninggalkanmu. Sekalipun mereka tak bisa melihat rasa sedihmu, mereka menyerahkan kepada Allah satu-satunya yang bisa mengobati luka di hatimu dengan do’a yang mereka panjatkan. Orang-orang akan menghujatmu karena satu kesalahan yang kamu lakukan, dan melupakan lautan kebaikan yang pernah kamu berikan kepada mereka. Tapi, Allah akan melupakan seluruh dosamu meski itu sebanyak air di lautan, hanya karena kamu melakukan sebuah kebaikan.
            Mulutmu tersenyum, matamu menyembunyikan kesedihan, tapi tak ada seorangpun yang bisa melihatnya. Jangan khawatir, manusia memang buta tapi Allah tidak.
            Dunia ini bukanlah apa-apa melainkan sebuah kebohongan yang teramat sangat indah.
            Abaikan dunia dan larilah hanya kepada Allah.
       Kita semua punya pilihan. Apakah kita akan memilih untuk tetap iri, atau memilih untuk mensyukuri.
            Sekarang aku mengerti... Bahwa iri bukanlah sesuatu yang wajar, tetapi sebuah penyakit hati.
       Daripada iri melihat orang yang penuh dengan prestasi, kenapa kita tidak memilih untuk termotivasi?
           Daripada sibuk mengoreksi kesalahan orang lain, kenapa kita tidak memilih untuk intropeksi diri?
            Kita semua punya pilihan.
           Misalkan, ada seorang wanita muslimah yang amat sangat baik akhlaknya. Namun ia belum berhijab. Daripada berkata, “Sayang banget baik tapi belum berhijab” kenapa kita tidak memilih untuk mendo’akannya saja untuk segera berhijab? Dan belajar dari bagaimana kesempurnaan akhlaqnya.
           Ada seseorang shalih, shalihah, ketika melakukan kesalahan kemudian kita langsung nyinyir ini itu “cover doang bagus, hatinya busuk” daripada berkata demikian, kenapa kita tidak memilih untuk belajar dari cover yang menurutmu itu bagus. Dan mengingatkan serta mendo’akan agar ia bisa lebih baik lagi untuk kedepannya. Mengatakan sebuah sindiran, tidak akan membuat dirimu terlihat lebih mulia. Apalagi di mata Allah. Dan kamu juga tak punya jaminan bahwa dirimu lebih baik dari orang lain.
         Ada sebuah riwayat menerangkan. Ketika Imam Hasan melewati sungai Dajlah, ia melihat seorang laki-laki dan seorang perempuan tengah berduaan. Di sampingnya, ada sebuah botol dari tembikar kering.
Sang Imam berkata pada dirinya sendiri, “Betapa buruknya akhlaq si lelaki ini. Dan alangkah lebih baiknya jika si lelaki seperti diriku ini.”
Beberapa saat kemudian, ada sebuah perahu penyebrangan yang terbalik. Tujuh orang penumpang tenggelam dan menggapai-gapai meminta pertolongan. Si lelaki itu langsung menyelam dan menyelamatkan penumpang. Satu persatu ditariknya ke tepian, sampai energinya terkuras habis. Dia mendekati Sang Imam, kemudian berkata :
“Tuan, saya tahu tadi Tuan menganggap saya orang yang buruk laku. Jika Tuan memang lebih baik dariku, tolong selamatkan satu penumpang itu.”
Sang Imam menggeleng malu, merasa dirinya tak mampu.
“Saya sudah berandil menyelamatkan enam orang. Dan Tuan hanya diminta untuk menyelamatkan satu!”
Air mata meleleh sekaligus sesal menggerogoti hati Imam Hasan.
“Tuan, ketahuilah... Wanita yang berada di sampingku itu adalah ibuku. Dan minuman di dalam tembikar kering itu adalah air biasa, bukan minuman yang memabukkan.”
Kemudian Imam Hasan berkata, “Jika begitu, sebagaimana engkau selamatkan enam penumpang dalam bahaya tenggelam ke sungai, maka selamatkanlah aku dari bahaya tenggelam dalam ujub dan ketakaburan.”
Sejak saat itu, kata-kata Imam Hasan yang terkenal adalah :
“Seorang Zuhud itu, adalah insan yang setiap kali ia berjumpa dengan sesama, maka ia berkata kepada dirinya sendiri ‘orang ini adalah lebih baik daripada saya’.”
Semoga kita semua bisa menjadi seorang shalih dan shalihah yang tidak sombong. Semoga kita memiliki rasa iri yang tinggi, bukan kepada duniawi, tetapi kepada ketaatan melakukan kebaikan dan ibadah kepada Allah. Karena itu adalah sebaik-baik iri.
Iri dong, orang lain sehari tamat saju juz, masa kita cuma satu ayat?
Iri dong, orang lain puasa udah puasa daud, masa kita senin kamis aja ga sanggup? Apalagi yang Qadhanya masih banyak tuh. Ehehe
Iri dong, orang lain Tahajjud-Dhuha nya sudah istiqamah, masa kita sholat 5 waktu aja masih sering telat?
Iri dong, orang lain sudah belajar buat hijrah, masa kita masih gitu-gitu aja?
Iri dong, orang lain hafalannya sudah satu Qur’an, masa kita kelar fatihah bacaannya ‘Qulhu’ terus-terusan?
Iri. Iri. Iri. Silahkan iri terhadap kebaikan. Saling berlomba. Saling menasihati. Saling mengingatkan, Saling menguatkan. Dan jangan lupa untuk saling mendo'akan :)
Wallahu'alam bissawab.
            Wassalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jangan Jatuh Hati, Nanti Kamu Repot Sendiri

(Cerpen) Twinkle

(Cerpen) Fajar di Ambang Senja